Tuesday, April 28, 2009

ZUhud<<

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ

“Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau orang yang sedang menempuh perjalanan.” Ibn Umar berkata, “jika engkau ada di sore hari, jangan menunggu pagi dan jika berada di pagi hari, jangan menunggu sore. Manfaatkan masa sehatmu untuk masa sakitmu dan masa hidupmu untuk kematianmu.”
(HR al-Bukhari, at-Tirmidzi, Ibn Majah dan Ahmad).

Maksud hadis

Dalam hadis ini, Rasulullah mengingatkan kita bagaimana harus kita meletakkan dunia dalam hati kita. Di umpamakan seakan kita ini adalah orang asing yang sedang menempuh satu perjalanan yang pasti arahnya.

Ath-Thayyibi, sebagaimana dikutip oleh al-Hafizh Ibn Hajar di dalam Fath al-Bârî, menjelaskan, “Orang yang berjalan di dunia diserupakan dengan orang asing yang tidak memiliki tempat tinggal. Kemudian Beliau mengungkapkan perumpamaan yang lebih tinggi: diserupakan dengan orang yang sedang menempuh perjalanan. Sebab, orang asing kadang kala tinggal di negeri asing. Berbeda dengan orang yang menempuh perjalanan menuju negeri yang jauh; sepanjang perjalanan itu terdapat lembah-lembah yang membinasakan, gurun-gurun yang mencelakakan dan begal jalanan. Orang yang demikian tidak akan tinggal walaupun sejenak. Oleh karena itu, Ibn Umar langsung menimpali dengan kata-kata, “jika engkau ada di sore hari jangan menunggu pagi…”

Lalu sabda Rasul, “wa ‘udda nafsaka fî ahli al-qabûr, maknanya adalah, “Teruslah berjalan dan jangan engkau futur. Sesungguhnya jika engkau lemah atau lalai maka engkau akan terhenti di tengah jalan (tidak sampai tujuan) dan binasa di lembah-lembah itu.”

Imam an-Nawawi di dalam Syarh al-Arba’în an-Nawawiyah berkata, makna hadis ini adalah, “Janganlah engkau cenderung pada dunia dan menjadikan dunia sebagai tempat menetap. Jangan berbicara kepada dirimu sendiri bahwa engkau akan menetap di dunia serta jangan mempertautkan diri dengan dunia sebagaimana orang asing tidak akan menautkan diri dengan selain tanah airnya.”

Jika di selami maksud, hadis ini merupakan isyarat untuk kita bersifat zuhud dengan dunia dan mengambil bekalan yang sekadarnya sebagai bekalan menempuh perjalanan. sepertimana seorg musafir yang hanya memerlukan bekalan yang secukupnya untuk menuju kearah tujuannya. begitulah kita sebagai seorang mukmin, kita hanya memerlukan bekalan yang secukupnya sebagai bekalan kita menuju negeri yang kekal abadi. Dunia ini adalah ladang untuk kita bercucuk tanam dan hasilnya akan kita petik di akhirat nanti. Biarlah miskin di dunia namun kaya di akhirat.

Sebagai seorg muslim yang memahami peranannya di dunia ini, ana pasti kita tidak akan membiarkan diri kita miskin di dunia mahupun di akhirat. jika kita kembali kepada sirah para sahabat., ramai diantara sahabat adalah bergelar jutawan seperti Abdurrahman Bin Auf, Abu Bakar As Siddiq, Umar Al Khatab dan sebagainya. Harta mereka banyak di gunakan untuk aktiviti dakwah,. begitulah juga kita, kita perlu untuk menjadi kaya supaya perjalanan dakwah tidak terhenti disebabkan tiada dana untuk pergerakkan program. Hal ini semestinya tidak boleh di jadikan alasan sama sekali!

kita sedang munuju satu tempat yang pasti

Mungkin tidak mudah untuk kita menanggalkan pakaian 'jahilliyah' yang kian lama terdidik dalam diri. Hendaknya kita selalu mengingat pesan Nabi saw ini. Hendaknya setiap kita selalu merasa asing dengan dunia. Ia selalu ingat, bukan dunia ini tempat tinggal dia karena di dunia ini ia adalah orang asing. Ia tidak akan membiarkan hatinya terjerat oleh kecintaan pada tempat asing itu sehingga melupakan tanah air hakikinya. Hatinya tidak cenderung pada dunia. Ia tidak akan menikmati keintiman dengan dunia. Ia tidak akan bermesra-mesra dengan dunia. Hatinya tidak akan dia biarkan tertambat pada dunia sehingga merasa berat untuk menjauhi dan meninggalkannya. Sebaliknya, dunia baginya adalah sesuatu yang jauh lagi asing. Karena itu, hatinya ringan untuk melepas dunia itu dan tidak berat hati untuk meninggalkannya.

Hendaknya kita pun selalu ingat bahwa kita di dunia ini hanyalah ‘numpang lewat’. Fasa kehidupan dunia ini hanyalah perjalanan untuk menuju ‘tanah air’ yang hakiki, yaitu akhirat. Sebagai orang yang sedang lewat saja, maka ia tidak akan berhenti berlama-lama, apalagi menetap. Ia pun tidak akan sibuk mengumpulkan harta dan perbekalan karena itu bisa memalingkannya dari perjalanan atau setidaknya menundanya. Selain itu, harta dan perbekalan yang terlalu banyak akan memberatkan dan menjadi beban di perjalanan yang boleh mencelakakannya. Sebaliknya, ia hanya mengambil harta dan perbekalan secukupnya saja, tidak berlebih. Itu pun dilakukan sambil terus berjalan. Sebagai orang yang sedang lalu/menumpang, adalah tersesat jika ia justru menjadikan tempat singgah dan jalan yang ia lalui sebagai tujuan itu sendiri dan memalingkannya dari tempat tujuan yang hakiki.

Sebagai seorang mukmin, kita tidak seharunya menjadi pencinta dunia, pemburu harta dan pencari kemanisan dunia. sebaliknya, seorang mukmin akan bersifat zuhud terhadap dunia dan qanaah dengan kurnian Allah yang ia terima. Dunia baginya adalah satu tempat yang asing dan tidak berhatga. Ia akan jadikan dunia sebagai jalan, wasilah dan sarana untuk mencapai tempai tujuan iaitu akhirat. Akhiratlah yang selalu menjadi tambatan hatinya dan hujung angan-angannya.

1 comment:

Afifi Ahmad said...

Ya benar, hidup ini sendiri satu jihad berterusan.

zidniiman.blogspot.com / darafif.blogspot.com